![]() |
Suami Istri Jangan Saling Menyalahkan |
Berumah
tangga itu seperti permen nano-nano, ramai rasanya! (ngomong-ngomong, permen ini masih ada nggak ya?) Mulai dari yang manis-manis,
sampai yang pahit getir sekalipun, semuanya ada. Dari yang baik-baik dan lancar
saja, hingga yang menyesakkan, membuat kita menangis, dan kesal.
Banyak
contonya, semisal, bisa saja nanti, ketika telah berumah tangga bisnis suami
tidak berjalan mulus, bangkrut dan susah untuk mencari uang. Atau suami di PHK
dan susah lagi mencari kerja. Dua contoh ini adalah cobaan bagi istri, bisakah
ia bersikap sabar dan terus membersamai, atau malah sebaliknya? Balik kanan dan
meninggalkan suaminya pergi?
Bisa
juga, barangkali istri tidak bisa diandalkan. Manjanya setengah mati. Kerjaan
di rumah tidak ada yang beres tapi suka sekali pergi-pergi. Uang bulanan selalu
habis sebelum tanggal gajian datang lagi, dan sebagainya. Atau paling simpel,
ia tidak hati-hati dan uang yang sudah lama disimpan malah disikat orang yang tak
punya hati.
Ini
pernah terjadi pada Mamak saya, dulu. Entah mengapa, hari itu mamak tergerak
hatinya untuk membawa semua uang tabungan ke pasar (padahal biasanya tidak).
Bagi
sebagian besar orang di jaman sekarang, uang segitu, yang jumlahnya sekitar 3
jutaan mungkin tak seberapa banyak. Hanya saja, pada masa dulu (kejadian ini terjadi ketika saya masih SD,
tahun 90-an), uang sejumlah itu tentu mengagumkan. Bisa untuk makan
berbulan-bulan. Pasalnya, harga barang-barang belum semahal sekarang.
Jadi,
mamak pergi ke pasar seorang diri. Hendak belanja keperluan dapur dan beberapa
keperluan lain. Saya pun tak lupa melepas kepergian mamak sambil berkata penuh
harap, “Mak, nanti belikan martabak sama sate padang yaa..” dua makanan
kesukaan saya ini memang menjadi oleh-oleh terbaik setiap kali mamak pergi ke
pasar.
Siangnya,
mamak pulang membawa pesanan saya. Saya senang bukan alang kepalang. Tapi saya
heran ketika mamak justru menangis, terisak, dan langsung ke kamar. Pergi
meninggalkan saya seorang diri.
Dan
ketika bapak pulang dari tempat kerjanya, mamak langsung menghambur dan
bersujur di kakinya.
“Maafkan
mamak, pak. Maafkan..”
Mendapatkan
perlakuan demikian, tentu saja bapak heran. Begitu juga saya, berhenti sejenak
menikmati tusuk demi tusuk sate yang daging ayamnya semakin kecil saja.
“Mamak
udah ngilangin semua uang tabungan kita, pak. Maafkan..”
Sambil
manggut-manggut dan tidak ikut sedih (apalagi
menangis), saya tetap saja lahap menikmati makanan yang ada di hadapan,
berujar dalam hati, “Oh, uang hilang toh..”, tidak ikut sedih sama sekali. Saat
kejadian terjadi, saya masih belum mengerti banyak hal.
Bapak
meminta mamak berdiri dan berkata singkat, “Yaudah, nggak apa-apa. Uang masih
bisa dicari lagi, kok.”
Sesimpel
itulah. Bapak tidak marah ke mamak, tidak ngambek, apalagi sampai memukul. Dan
saya belajar banyak hal dari kejadian tersebut, bahwa dalam kehidupan berumah
tangga, yang rasanya memang seperti nano-nano, kita tidak boleh saling
menyalahkan.
Sekarang,
ketika saya semakin mengerti tentang kehidupan, saya baru menyadari betapa
keputusan yang diambil bapak adalah keputusan terbaik. Tidak menyalahkan mamak.
Tak
bisa dibayangkan bukan, seandainya bapak justru marah-marah dan kalap? Apalagi
sampai berkata kasar dan bilang, “Makanya, lain kali hati-hati! Lagian, cuma ke
pasar saja, ngapain sampai harus bawa uang semuanya? Kalau udah begini kan kita
akan kesusahan mau makan apa? Perempuan sial! Kamu tuh dari dulu benar-benar
tidak bisa diandalkan!”
Itu
ucapan dan tindakan sia-sia. Karena toh tidak akan serta merta mengembalikan
uang yang hilang bukan? Pun begitu ketika suami mengalami hal yang tidak
mengenakkan. Bangkrut dari usaha yang dijalankan, dipecat dari pekerjaan,
mendapatkan penghasilan yang kecil setiap bulan, dan sebagainya.
Jika
mengalami hal itu, suami jangan disalahkan. Mereka butuh dukungan dan
penghargaan.
Pendapatan
suami kecil misalnya, katakan saja, “Terimakasih ya, Mas. Alhamdulillah bulan
ini masih ada pemasukan. Insya Allah segini juga cukup. Semoga bulan depan rejeki
kita bertambah dan menjadi lebih baik.”
Kan
enak tuh. Daripada mencak-mencak dan membentak suami, “Mas ini bisa kerja lebih
baik nggak sih. Uang segini mana cukup untuk makan sebulan! Jadi lelaki kok
kerjanya malas-malasan terus!”
Suami
memutuskan berhenti bekerja dan berusaha lalu bangkrut. Jangan salahkan, bilang
baik-baik dan halus, “Nggak apa-apa, mas. Ini semua kan proses. Nikmati saja,
anggap sebagai pembelajaran untuk lebih baik ke depan. Aku yakin kok, kalau mas
fokus dan belajar dari kegagalan ini, pasti usaha yang mas jalankan bisa sukses
ke depan.”
Cakep
kan!
Jangan
justru kalap dan marah nggak ketulungan, “Lagian, mas ini udah kerja enak, gaji
besar, malah keluar dari pekerjaan. Mas itu nggak cocok jadi wirausahawan. Mas
itu nggak tahan banting, nggak kreatif, dan nggak bisa cari peluang. Udah, cari
kerja lagi aja. Dapur kita harus tetap ngebul, mas!”
Ini
nggak bener. Istri (atau juga suami)
seharusnya bisa saling mendukung, saling menopang, dan jangan mudah saling
menyalahkan. Kalaupun ada yang ingin disampaikan, maka gunakanlah bahasa yang
bijak dan pilihlah waktu yang tepat.
Begitu..
5 komentar
Bang syaiha.. Saya suka sekali dengan postingan ini. Beberapa hal yang bang syaiha ilustrasikan di atas pernah menimpa saya..Dan ya, kuncinya memang cuma sabar dan tidak boleh saling menyalahkan..hehhe
Sabar sabar sabar
Sabar sabar sabar
Semoga kita tetap bisa selalu dalam kesabaran tidak mudah menyalahkan ya, mbak..
Terimakasih sudah berkunjung..
Allah bersama orang-orang yang sabar...
EmoticonEmoticon