![]() |
Ketika Cinta Tidak Direstui Orang Tua |
Ada seorang pembaca tulisan-tulisan
saya di fanpage dan blog, seorang perempuan, mengirimi sebuah pesan. Saya
berasumsi, Ia mengirim pesan ke saya, boleh jadi karena membaca tulisan yang sering saya buat, tentang pernikahan. Sebuah tulisan yang juga hadir karena
pertanyaan dari seseorang. Isi pesan yang masuk kemarin, yang saya identifikasi
sebagai akibat tulisan saya, berbunyi:
“Assalamu’alaikum, Bang Syaiha..
Saya juga merupakan salah satu pembaca setia fanpage abang. Saya sering kali
membaca tulisan-tulisan abang disana. Menurut saya, itu tulisan yang bagus,
menginspirasi, dan cerdas.”
Sampai disini, kepala saya
seperti mengembang besar. Senang. Aih,
dasar manusia, selalu saja berbunga-bunga karena sebuah pujian. Sudah fitrahnya
memang, manusia gemar sekali dipuji, dibilang cerdas, dibilang hebat. Tapi doakan saya agar bisa lebih baik dalam
hal ini. Lebih baik niatnya.
Saya melanjutkan membaca pesan
itu, “Bang Syaiha, afwan, ada yang juga ingin saya tanyakan. Siapa tahu,
nasihat dan petuah dari abang bisa memberi sedikit pencerahan.”
Karena kata itu, petuah, maka seketika,
saya berasa tua. Seperti sesepuh berjubah putih dengan jenggot panjang yang
juga sudah beruban.
“Begini, Bang. Saya sudah lama
sekali dekat dengan seorang ikhwan, sekitar 5 tahun. Dan hubungan kami, bisa
dibilang adalah pacaran. Beberapa kali, kami sebenarnya sudah ingin mengubah
hubungan nggak jelas ini dengan akad yang lebih berkah."
"Malangnya, keluarga
saya tak merestui. Alasannya (1) Pacar saya ini duda tanpa anak. Apakah salah
jika saya mencintai seorang duda? Tentu tidak kan, Bang? –Ya, tentu tidak salah mencintai seorang duda atau janda. Tidak ada
yang melarang dan tidak berdosa.
Lalu, (2) Status pendidikannya di
bawah saya. Ia hanya lulusan SMA sedangkan saya sarjana. (3) Jika ingin
menikah, keluarga saya menuntut agar dilakukan pesta besar-besaran, dan ini
tentu saja memberatkan dia.
Keningku berkerut. Sungguh, ini
adalah masalah yang pelik.
“Nah, Bang Syaiha. Kira-kira, apa
yang harus kami lakukan agar keluarga saya luluh dan mau menerima lelaki yang
saya pilih. Saya sudah sreg sekali
dengannya. Saya ingin memulai hubungan ini dalam balutan keberkahan.”
Selesai membaca pesan singkat
itu, saya sempat diam beberapa jenak. Berpikir. Memposisikan diri sebagai
lelaki yang tak disetujui cintanya –ah,
itu pasti berat sekali, juga memposisikan diri sebagai orang tua si
perempuan –mereka pasti menginginkan
kebaikan buat anak perempuannya.
Beberapa menit kemudian, saya bertanya
tentang hal ini dengan istri saya. Ia berkata ini dan itu. Saya mendengarkan.
Baiklah. Bagaimana pun, saya
harus menjawab pertanyaan itu, bukan? Dan kalau ada yang salah, maka sekali
lagi, sudilah kiranya ada salah satu pembaca yang bisa menambahkan.
Pertama, dengan sangat berat,
saya ingin bilang bahwa Ia, si penanya, sudah menempuh jalan yang keliru,
pacaran. Bagi saya –dan terserah jika ada
yang beranggapan lain, pacaran adalah sebuah hubungan yang paling rapuh,
paling nggak jelas, dan yang sering merugi di dalamnya adalah perempuan.
Kenapa? Karena yang paling dominan dalam kehidupan seorang perempuan adalah
perasaannya. Maka ketika sebelum menikah saja ia sudah melibatkan rasa yang
begitu dalam, bisa dipastikan ia akan sulit sekali melepaskan.
Jadilah ia lupa, bahwa hakikat
mencintai adalah melepaskan. Semakin sejati cintanya, maka semakin mudah ia
melepaskan. Dan percayalah, jika Tuhan sudah menakdirkan kalian berjodoh, maka
tak peduli sepelik apa masalah kalian, tak peduli sejauh apa jarak kalian,
cinta kalian itu pasti akan menemukan jalannya sendiri untuk bersatu.
Tapi, saya juga bersyukur karena
si penanya sudah memikirkan untuk mengakhiri hubungan pacaran itu dan memilih
untuk melaksanakan akad segera. Semoga dipermudah. Aamiin.
Kedua, sebelum saya menjelaskan tentang
bagaimana caranya meyakinkan orang tua agar mau menerima pasangan yang sudah
kita pilih, saya ingin mengingatkan kembali, bahwa di dunia ini, tidak ada satu
pun orang tua yang akan menjerumuskan anaknya sendiri. Catet! Jika binatang yang tak berakal saja tak ingin mencelakai
anak-anaknya, apalagi manusia yang sempurna penciptaannya, bukan? Maka, apapun
yang diputuskan orang tua, pasti itu yang terbaik –menurut mereka.
Tapi, karena si penanya bilang
bahwa Ia sudah sangat yakin, sangat sreg, dan sebagainya, tidak ada salahnya
memperjuangkan hubungan kalian. Lakukan dengan cara yang baik. Lakukan dengan
tidak menyinggung perasaan orang tua.
Caranya?
Satu-satunya cara terbaik
meyakinkan mereka tentu saja dengan memberikan bukti. Buktikan bahwa lelaki itu
adalah yang terbaik. Buktikan bahwa kalian tidak salah pilih. Buktikan bahwa
kalian sudah dewasa, sudah bisa memilih dengan bijak, dan mampu menimbang mana baik
dan buruknya.
Perjuangan ini –meyakinkan orang tua, adalah hal yang
berat dan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Harus kalian lakukan bersama.
Pihak perempuan harus gigih menjelaskan kebaikan-kebaikan si lelaki pujaan,
pihak lelaki juga tak boleh tinggal diam.
Buktikan bahwa kau adalah lelaki
baik, bertanggung jawab, dan pantang menyerah. Kau, harus berani datang ke
orang tuanya. Bilang bahwa kau serius dengan anak perempuannya, katakan bahwa
kau berjanji akan membahagiakan ia.
Sungguh, boleh jadi, orang tua
hanya ingin melihat seberapa serius kalian memperjuangkan. Boleh jadi pula,
restu itu tak juga ada karena kalian belum mampu meyakinkan keduanya.
Ketiga, jika kalian sudah
berusaha meyakinkan orang tua, sudah berjuang hingga titik darah penghabisan
tanpa sisa, sudah mati-matian bekerja, tapi restu tak kunjung ada, maka
berhentilah. Demi langit dan bumi, berhentilah. Mengapa? Karena hakikat
mencintai adalah melepaskan. Semakin sejati ia, maka semakin mudah
melepaskannya. Ikhlaskan saja.
Lalu, ingat pula tentang orang
tua kita. Bagaimana pun, mereka adalah dua orang yang hebat. Ibu sudah
mengandung kita, melahirkan bertaruh nyawa, lalu membesarkan dan mendidik kita
penuh cinta. Demi Tuhan, tidak ada orang lain yang bisa menggantikan dirinya,
tidak ada orang lain yang mampu berbuat sedemikian hebat sepertinya. Lalu,
apakah hanya karena seorang lelaki –atau
perempuan, yang hadir baru beberapa tahun saja, kita menjadi anak durhaka?
Jangan sampai.
Ingat juga ayah. Ia lelaki luar
biasa yang sudah rela bekerja siang dan malam demi kita. Membanting tulang,
memeras keringat, hanya untuk memastikan kita mendapatkan nutrisi yang baik.
Lalu apakah hanya karena seorang lelaki –atau
perempuan, yang hadir baru beberapa tahun saja, kita menjadi anak yang
durhaka, melawan petuahnya? Jangan sampai.
Intinya, ketika kau mencintai
seseorang, dan orang tuamu tak merestui, maka hanya dua saja yang perlu kau
lakukan. Yakinkan orang tuamu dengan cara yang bijak, jangan menyakiti
perasaannya. Dan jika itu sudah kau lakukan tapi restu tak juga ada, maka
berhentilah. Percayalah, jika kalian memang berjodoh, nanti pun kalian pasti
akan bertemu.
Demikian.
8 komentar
Super sekali, Bang
Super sekali, Bang
Hakikat cinta adalah melepaskan... Bener bang... Super sekali
perlu di-bookmark nih.. :)
mantap bang, maju teruss...
keren bang, sama seperti kisah cinta smp saya dulu *ehh
Menurut saya, org tua juga tidak boleh egois,.
Didunia ini bukan hanya anak yg durhaka kepada org tua namun juga sebaliknya.
Kecuali beda keyakinan itu boleh keras melarang .
Ortu dan org terdekat boleh berpendapat dan memberi masukan .itu ada disalah satu hadits.
{فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة: 232]
Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila telah ada saling ridha di antara mereka dengan cara yang ma’ruf (Al-Baqoroh; 232)
Sejatinya jika wali melarang memilih calon suami atau istri maka hilang hak parawali.akan diganti wali yg lain
EmoticonEmoticon