![]() |
Sepotong Diam |
Hari
ini, ada dua orang yang memesan novel Sepotong Diam. Satu ke Makassar, satu ke
Pekalongan. Sempat tidak ingin memberikan karena stok yang nyaris habis, tapi
ketika dia meminta dengan sangat, akhirnya saya merelakan saja. Nggak apa-apa,
nanti saya bisa mencentaknya lagi jika memungkinkan.
Atau,
jika ada yang punya modal dan nggak sengaja membaca postingan ini, boleh juga
jika mau membantu saya. Diterima dengan tangan terbuka dan tentu senang saya.
Di
rumah, novel Sepotong Diam tinggal beberapa saja. Awalnya, saya ingin
menyisakan minimal 5 buah untuk disimpan sendiri dan tidak dijual lagi. Untuk
kenang-kenangan. Bagaimanapun, tentu senang sekali bukan jika anak dan cucu
kita nanti membaca hasil karya kita?
“Ibu,
katanya kakek itu seorang penulis ya? Ada bukunya nggak? Mau dong baca..”
Nah,
jika kita punya koleksinya, maka mudah saja mereka (anak cucu kita), menikmati.
Menjadi tahu bahwa kakeknya adalah orang yang luar biasa, semoga.
Tulisan
adalah jejak kehidupan yang akan menjaga kita tetap dalam keabadian.
Balik
lagi ke dua orang yang memesan novel Sepotong Diam tadi.
Saya
sempat berpikir beberapa kali ketika dua pembeli hari ini mengutarakan
maksudnya. Ingin bilang, “Maaf, novelnya sudah habis,” tapi tidak jadi.
Biarlah. Semoga saja ada kebaikan yang bisa mereka ambil dan saya mendapatkan balasan
yang berlipat. Pahala di sisi Allah. Aammiin.
Sejak
dicetak untuk kedua kalinya, novel Sepotong Diam memang mendapatkan respon yang
baik. Saya bersyukur, senang.
Satu
eksemplar pernah terbang ke Hongkong, menyapa pembaca setia blog saya disana.
“Mas
Syaiha, saya adalah salah satu pembaca blog sampean. Senang sekali. Tulisannya
bagus dan mengalir. Enak. Nah, kebetulan novel Sepotong Diam sudah terbit,
bolehkah saya beli satu dan dikirim ke Hongkong?”
Alamak,
tentu saja boleh. Saya jawab pesan singkat itu, dulu, “Kalau ke Hongkong pasti
mahal, mbak. Atau mau tunggu saja ketika kembali ke Indonesia?”
Dia
jawab, “Saya kembali ke Indonesia masih lama. Tidak apa-apa mahal. Saya
kirimkan uang 1,5 juta. Jika ada lebihnya, silakan ambil saja. Untuk Bang
Syaiha.”
Buset!
Itu kan banyak sekali. Dan singkatnya, saya memang hanya menghabiskan tidak
sampai 500ribu. Sisanya satu juta lebih. Hendak saya kembalikan, tapi pembaca blog
saya itu tidak mau. Mengikhlaskan begitu saja. Semoga menjadi kebaikan dia
juga.
Kemudian,
beberapa minggu lalu, ada satu lagi pembeli dari Malaysia yang juga demikian.
Saking tidak sabarnya (mungkin), beliau meminta saya mengirimkan novel Sepotong
Diam ke kediamannya.
“Kayaknya
ongkirnya mahal, Bu. Nggak apa-apa?”
“Tidak
apa-apa, Bang Syaiha.”
Ya
sudah, terbanglah Sepotong Diam kesana, sampai dengan selamat dan sudah mulai
dibacanya. Padahal, kedua orang ini, yang selalu membaca tulisan-tulisan saya,
adalah mereka yang belum pernah saya kenal, tidak pernah bertemu, dan jarang
berinteraksi kecuali beberapa kali saja.
Bagaimana
kami terhubung?
Pertama, melalui
tulisan-tulisan saya
Karena
hal inilah, maka saya sangat menganjurkan kepada siapa saja yang ingin menjadi
penulis untuk ngeblog, mengelola sosial media dengan baik, dan show off. Di jaman
sekarang, ketika dunia maya sudah berkembang sangat cepat dan pesat, maka
kecerdasan ini diperlukan. Pintar menampilkan diri dan menyebarkan kebaikan.
Kedua, melalui
sosial media
Ada
facebook, twitter, instagram, dan blog. Kelola salah satu atau salah duanya
dengan serius dan kalian pasti akan mendapatkan imbas kebaikannya pula. Isi
media sosial itu dengan sesuatu yang berguna dan dibutuhkan. Penuhi dengan
hal-hal yang banyak dicari orang.
Hingga
pada titik tertentu nanti, percayalah, kalian pasti akan (pelan tapi pasti),
dikenal orang-orang, lelaki dan perempuan. Satu dua malah ada yang menghubungi
secara pribadi, berterimakasih atau apa saja.
Ketiga,
cantumkan kontak yang bisa dihubungi
Kalau
yang ini, sesuai kebutuhan saja. Kalian bisa mencantumkan nomor ponsel, pin
BBM, atau whatsapp di beberapa tempat: sosial media dan blog. Karena boleh
jadi, akan ada orang-orang yang menelpon, mengajak berkenalan dan bekerja sama.
Begitulah,
tiga hal ini saya lakukan dengan baik dan saya mendapati banyak keuntungan:
diundang ke beberapa pelatihan dan seminar, banyak yang membeli novel Sepotong
Diam, atau apalah.
Yah,
walau benar saja, satu dua kali ada yang iseng, menelpon tapi nggak jelas mau
ngapain. Tidak masalah. Tidak begitu mengganggu sekali juga, kok. Maka saya
tenang-tenang saja.
Demikian.
16 komentar
Yess , Saya Akan Ikuti Tips dari bang syaiha ini
terimakasih Bang wejangan siang harinya hehe
Bermanfaat
Mantap, bang.
Jadi pngen baca novelnya.
Mantap, bang.
Jadi pngen baca novelnya.
Mantap sekali Bang :)
Hehehe... colek "pemodal" yang baca tulisan ini... keren bang... saya punya impian pengen buat novel juga. Do'akan ya Bang... dan mohon bimbingannya
kereeen bang
Tambah mantap. Tulisan saya di Blog hari ini juga bercerita tentang Bang Syaiha.
Oke sip bang
moga aku juga bisa nerbitin novel, Aamiin...
hehe
Subhanalloh, inspiratif sekali tulisannya Bang. Terima kasih sudah bersedia berbagi. Semoga aku juga bisa meninggalkan jejak melalui tulisan-tulisanku :-)
saya pernah mengalami hal yg mirip-mirip seperti ini.. insyaallah akan saya tuliskan di antologi nanti.. :)
Keren..jadi tambah semangat..
Terima kasih Bang, setelah membaca-baca blog Bang Syaiha dan istri, saya jadi semangat mengaktifkan lagi blog saya yang sudah mati suri. do'akan saya istiqomah menulis :)
Terima kasih bang Syaiha untuk tipsnya. Insya Allah akan saya coba lakukan deh.. :D
Wah ... "The power of tulisan"
Terima kasih bang Syaiha untuk tipsnya. Insya Allah akan saya coba lakukan deh.. :D
yayaya... coba coba
EmoticonEmoticon